Dipimpin Bukan Ahli Gizi, Program MBG Jadi Tanda Tanya

Rapor-Merah.com | Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pada awal 2025 dengan tujuan mulia meningkatkan asupan gizi anak-anak Indonesia, kini menuai sorotan tajam. Ribuan kasus keracunan massal yang menimpa siswa hingga masyarakat umum memunculkan pertanyaan besar mengenai tata kelola program, khususnya latar belakang pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana utama.

Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 6.425 kasus keracunan siswa dari Januari hingga September 2025, dengan lonjakan signifikan dalam dua bulan terakhir. BGN sendiri melaporkan 4.711 korban hingga 22 September, tersebar di 18 provinsi, dengan Jawa Barat mencatat jumlah tertinggi lebih dari 2.000 kasus. Tak hanya siswa, korban juga mencakup masyarakat umum dan ibu hamil.

Investigasi awal mengungkap masalah serius pada dapur penyedia makanan, mulai dari kondisi tidak higienis, lokasi berdekatan dengan kandang ternak dan tempat pembuangan sampah, hingga adanya “dapur fiktif” yang tak memenuhi standar distribusi. Sejumlah laporan bahkan mendapati makanan berbelatung.

Namun, sorotan terbesar kini mengarah pada kepemimpinan BGN. Kritikus menilai jajaran pimpinan lembaga tersebut didominasi figur dengan latar belakang militer, purnawirawan Polri, dosen, hingga mantan tim sukses, sementara nyaris tidak ada yang berasal dari disiplin ilmu gizi atau kesehatan. Minimnya kehadiran ahli gizi profesional di posisi strategis dinilai menjadi akar masalah, mulai dari perumusan menu hingga lemahnya pengawasan kualitas gizi.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di DPR RI, ahli gizi dr. Tan Shot Yen mengecam keras pilihan menu MBG yang menyajikan burger dan spaghetti. Ia mempertanyakan relevansinya dengan kebutuhan gizi anak Indonesia serta menegaskan pentingnya pangan lokal. “Seharusnya 80 persen menu MBG berbasis pangan lokal kaya gizi, bukan sekadar meniru pola makan Barat,” ujarnya.

Gelombang kritik semakin deras. DPR RI, organisasi mahasiswa, hingga kelompok masyarakat sipil mendesak evaluasi menyeluruh, bahkan moratorium sementara program, demi mencegah jatuhnya korban baru. Desakan lain adalah penempatan ahli gizi profesional di jajaran pimpinan BGN agar kebijakan dan implementasi program berlandaskan keahlian yang relevan.

Penguatan sistem pengawasan juga menjadi tuntutan, termasuk audit terhadap seluruh dapur penyedia makanan, keterlibatan aktif dinas kesehatan daerah dan puskesmas, serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga seperti Kemenkes, BPOM, BKKBN, dan Kemendagri.

Kasus keracunan dalam program MBG menjadi peringatan keras bagi pemerintah. Tanpa tata kelola profesional dan kepemimpinan berbasis keahlian, program yang diniatkan untuk memperbaiki gizi anak bangsa justru berpotensi terus menghadirkan tragedi.

(Hariadi)

Leave a Reply