RAPORMERAH.co, MAKASSAR – Kuasa hukum pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) menganggap putusan majelis musyarawah Panwaslu Makassar memiliki legal standing.
“Tentu saja berdasar dari fakta-fakta dalam sidang dengan pertimbangan majelis berpendapat legal standing ini bukan medisium standing,” kata Djamaluddin Rustam, Minggu (13/5/2018).
Menurutnya, bahwa pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar keliru dalam menafsirkan terhadap putusan dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PT-TUN) dan putusan Mahkamah Agung (MA), hingga majelis musyawarah Panwas Makassar berpendapat dalih KPU terbitkan penetapan adalah tidak berdasar dan cacat hukum.
“Mengakibatkan bahwa seluruh prodak yang terbit berdasarkan putusan tersebut yang batal demi hukum. Karena itu sudah melanggar hak konstitusional dari Mohammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari,” ungkapnya.
Dalam amar putusan tersebut, lanjut Djamaluddin telah mengikat dan final, sementera KPU diberi waktu tiga hari untuk segera menjalankan perintah putusan dari majelis musyawarah yang telah dibacakan. Selanjutnya wajib bagi KPU untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
“Dalam putusan MA, majelis berpendapat bahwa KPU sudah melaksanakan putusan MA, tetapi atas dasar kesimpulan tadi terus menerbitkan putusan baru yang membatalkan keputusan yang kemarin,” sambungnya.
Djamaluddin menuturkan, bahwa keputusan PT-TUN dan MA menjadi objek penetapan yang diterbitkan oleh termohon dalam hal ini KPU. Penafsiran majelis dalam putusannya kata Djamaluddin, bahwa tidak terlibat dalam putusan PT-TUN dan MA.
“Jadi ini objek sengketa baru. Penafsiran majelis berpendapat bahwa kpu dalam menerbitkan pasangan calon itu cacat hukum. Dalam putusan PT-TUN dan MA tidak menyebutkan Mohammad Ramdhan Pomanto tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.
Djamaluddin menyebutkan, proses pembuktian pelanggaran itu mempunyai mekanisme berbeda dengan mekanisme syarat pencalonan.
“Disitu kelirunya KPU, kemudian proses penerbitan keputusan KPU tidak berdasarkan hukum sehingga majelis berpendapat itu harus dibatalkan,” tutupnya.
Penulis : Illank